Senin, 12 November 2012

My Risset : Masalah yang Dihadapi Dalam Pembangunan Desa


TUGAS KELOMPOK
PEMBANGUNAN PEDESAAN
TENTANG
“PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM PEMBANGUNAN DESA”








Disusun Oleh
Kelompok 2
                             Nama                                         NPM
                   Anissa Vizanata                               09211327
                   Eka Selvia                                        09211340
                   Heru Jajar Mutasi                           09211
                   Lasmawati                                       09211361
                   Maryana                                          09211365
                   Yusiana Hayati                                09211320
Prodi               : Pendidikan Ekonomi
Kelas               : B
Semester         : VII (Tujuh)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tanpa mengalami hambatan yang berarti.
Penulis menyusun makalah ini sebagai salah satu syarat untuk mengikuti mata kuliah Pembangunan Pedesaan di Universitas Muhamadiyah Metro Program Studi Pendidikan Ekonomi.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai  pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Bapak Heri Supranoto, S.Pd,Mpd. selaku dosen mata kuliah Desain Pembangunan Pedesaan.
2.      Teman – teman ku.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal ini karena keterbatasn kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Metro, Oktober 2012

Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Berbicara tentang pembangunan desa, selama ini sebagian diantara kita terlalu terpaku pada pembangunan berskala besar (atau proyek pembangunan) di wilayah pedesaan. Padahal pembangunan desa yang sesungguhnya tidaklah terbatas pada pembangunan berskala “proyek” saja, akan tetapi pembangunan dalam lingkup atau cakupan yang lebih luas. Pembangunan yang berlangsung di desa dapat saja berupa berbagai proses pembangunan yang dilakukan di wilayah desa dengan menggunakan sebagian atau seluruh sumber daya (biaya, material, sumber daya manusia) bersumber dari pemerintah (pusat atau daerah), selain itu dapat pula berupa sebagian atau seluruh sumber daya pembangunan bersumber dari desa. Apa sesungguhnya pembangunan desa ?
Sesungguhnya, ada atau tidak ada bantuan pemerintah terhadap desa, denyut nadi kehidupan dan proses pembangunan di desa tetap berjalan. Masyarakat desa memiliki kemandirian yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, mengembangkan potensi diri dan keluarganya, serta membangun sarana dan prasarana di desa. Namun demikian, tanpa perhatian dan bantuan serta stimulan dari pihak-pihak luar desa dan pemerintah proses pembangunan di desa berjalan dalam kecepatan yang relatif rendah. Kondisi ini yang menyebabkan pembangunan di desa terkesan lamban dan cenderung terbelakang.
Jika melihat fenomena pembangunan masyarakat desa pada masa lalu, terutama di era orde baru, pembangunan desa merupakan cara dan pendekatan pembangunan yang diprogramkan negara secara sentralistik. Dimana pembangunan desa dilakukan oleh pemerintah baik dengan kemampuan sendiri (dalam negeri) maupun dengan dukungan negara-negara maju dan organisasi-organisasi internasional. Pembangunan desa pada era orde baru dikenal dengan sebutan Pembangunan Masyarakat Desa (PMD), dan Pembangunan Desa (Bangdes). Kemudian di era reformasi peristilahan terkait pembangunan desa lebih menonjol “Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)”. Dibalik semua itu, persoalan peristilahan tidaklah penting, yang terpenting adalah substansinya terkait pembangunan desa.
B.     Rumusan Masalah
  1. Apa  permasalan yang  dihadapi dalam pembangunan desa?
C.    Tujuan
  1. Untuk mengetaui permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan desa.

BAB II
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM
PEMBANGUNAN DESA
Permasalah yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah sturktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di Desa  yaitu :
A.    Masalah Sosial Budaya
  1. Rendahnya tingkat pendidikan
Sarana pendidikan masyarakat di desa cenderung rendah. Masyarakat di desa umumnya hanya berpendidikan SD, SMP dan SMA. Hal ini disebabkan karena masyarakat belum mengetahui seberapa besar pentingnya pendidikan untuk dirinya. Apabila setelah menyelesaikan pendidikan hingga SMA atau lebih buruk hanya sampai SD saja orang tua akan menikahkan anak-anaknya sehingga masa depan pendidikan generasi penerus bangsa menjadi terputus dan hal ini menyebabkan mereka hanya bergelut pada lingkar kemiskinan karena minimnya pendidikan. Rendahnya pendidikan ini juga menjadi menjadi akar permasalahan bahwa kurangnya inisiatif masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan mereka. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar tetap mempertahankan hidup tanpa memikirkan bagaimana nasib generasi penerus bangsa di masa yang akan mendatang. Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan dari seluruh penduduk desa hampir 95% penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang dilakukan oleh penyuluhan. Oleh karena itu masayarakat harus ditingkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dengan memperbaiki sarana pendidikan, mengadakan penyuluhan pendidikan terhadap masyarakat agar tercipta generasi penerus yang memiliki pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.      Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan
Salah satu keterbelakangan yang dialami daerah pedesaan di Indonesia dapat dilihat dari aspek pembangunan sarana dan prasarana. Beberapa sarana dan prasarana pokok dan penting di daerah pedesaan, antara lain :
à   Prasarana dan sarana transportasi
Salah satu prasarana dan sarana pokok dan penting untuk membuka isolasi daerah pedesaan dengan daerah lainnya adalah prasarana transportasi (seperti jalan raya, jembatan, prasarana transportasi laut, danau, sungai dan udara), dan sarana transportasi (seperti mobil, sepeda motor, kapal laut, perahu mesin, pesawat udara dan sebagainya). Ketersediaan parasarana dan sarana transportasi yang memadai akan mendukung arus orang dan barang yang keluar dan masuk ke daerah pedesaan. Untuk mendorong peningkatan dinamika masyarakat daerah pedesaan akan arus transportasi orang dan barang keluar dan masuk dari dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana dan sarana transportasi yang memadai.
Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Syaifulah Yusuf, dalam seminar tentang “Strategi Pembangunan Desa” di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa 12 September 2006, mengemukakan bahwa sekitar 45 persen atau sebanyak 32.379 Desa di Indonesia termasuk dalam kategori Desa Tertinggal (Ken Yunita, 2006).
Salah satu penyebab daerah pedesaan masih terisolasi atau tertinggal adalah masih minimnya prasarana dan sarana transportasi yang membuka akses daerah pedesaan dengan daerah lainnya. Kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim berkontribusi terhadap keterbelakangan ekonomi daerah pedesaan. Secara umum, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan jenis produk yang relatif sama, sehingga transaksi jual beli barang atau produk antar sesama penduduk di suatu desa relatif kecil. Dalam kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim, produk yang dihasilkan masyarakat daerah pedesaan sulit untuk diangkut dan dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti itu, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan produk pertanian dan non pertanian dalam skala besar, maka produk tersebut tidak dapat diangkut dan dipasarkan ke luar desa dan akan menumpuk di desa. Penumpukan dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan dan kerugian. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi warga masyarakat di daerah pedesaan. Sebaliknya, hal tersebut akan mendorong sebagian warga masyarakat di daerah pedesaan untuk merantau atau berpindah ke daerah lain terutama daerah perkotaan yang dianggap lebih menawarkan masa depan yang lebih baik.
à   Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai
Sebagian dari masyarakat di daerah pedesaan telah memiliki kesadaran untuk mendidik anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan prasarana pendidikan seperti lembaga pendidikan dan gedung sekolah di daerah pedesaan relatif terbatas. Ketersediaan prasarana pendidikan di daerah pedesaan yang masih kurang memadai dapat terlihat dari terbatasnya jumlah lembaga pendidikan serta kondisi fisik bangunan sekolah yang kurang representatif (rusak, tidak terawat dengan baik, kekurangan jumlah ruang kelas dan sebagainya). Selain itu, sarana pendidikan di daerah pedesaan juga sangat terbatas seperti kurangnya ketersediaan buku-buku ajar, kondisi kursi dan meja belajar yang seadanya, tidak tersedianya sarana belajar elektronik, tidak tersedianya alat peraga dan sebagainya. Keterbatasan prasarana dan sarana pendidikan di daerah pedesaan mendorong sebagian masyarakat daerah pedesaan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke luar desa terutama ke daerah perkotaan. Hal ini turut mendorong laju migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.

3.      Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan
Indonesia sebagai negara agraris sampai saat ini dapat dilihat dari besarnya jumlah penduduk yang masih mengandalkan penghasilannya serta menggantungkan harapan hidupnya pada sektor pertanian. Dominasi sektor pertanian sebagai matapencaharian penduduk dapat terlihat nyata di daerah pedesaan. Sampai saat ini lapangan kerja yang tersedia di daerah pedesaan masih didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan usaha ekonomi produktif di daerah pedesaan masih sangat terbatas ragam dan jumlahnya, yang cenderung terpaku pada bidang pertanian (agribisnis). Aktivitas usaha dan matapencaharian utama masyarakat di daerah pedesaan adalah usaha pengelolaan/ pemanfaatan sumber daya alam yang secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan pertanian. Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar sektor pertanian tidak ada, akan tetapi masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor non-pertanian belum mendapat sentuhan yang memadai dan belum berkembang dengan baik. Kondisi ini mendorong sebagian penduduk di daerah pedesaan untuk mencari usaha lain di luar desanya, sehingga mendorong mereka untuk berhijrah/migrasi dari daerah pedesaan menuju daerah lain terutama daerah perkotaan. Daerah perkotaan dianggap memiliki lebih banyak pilihan dan peluang untuk bekerja dan berusaha.
Upaya untuk mendorong dan melepaskan daerah pedesaan dari berbagai ketertinggalan atau keterbelakangan, maka pembangunan desa dalam aspek fisik perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan komponen masyarakat lainnya. Pembangunan desa dalam aspek fisik, selanjutnya dalam tulisan ini disebut Pembangunan Desa, merupakan upaya pembangunan sarana, prasarana dan manusia di daerah pedesaan yang merupakan kebutuhan masyarakat daerah pedesaan dalam mendukung aktivitas dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa betapa daerah pedesaan memerlukan adanya ketersediaan prasarana dan sarana fisik dalam hidup dan kehidupan masyarakat desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak untuk mengurus kepentingan daerahnya sendiri (dalam istilah modern disebut “hak otonomi”). Hak otonomi sifatnya sangat luas. Hampir semua hal yang menyangkut urusan di desa. Hanya saja tingkat materi dan cara pelaksanaan atau pengerjaannya masih sangat sederhana, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan desa.
Bercermin dari masa lalu, di era orde baru pemerintahan bersifat sangat sentralistik yang mengusung konsep filosofi keseragaman. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan diseragamkan, diatur dan dikendalikan dari pusat. Sementara bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa, lebih dari 70.000 buah desa dengan karakter, budaya dan tradisi yang berbeda satu sama lain. Konsep keseragaman yang diusung dan dipaksakan pada masa lalu, kini sudah tidak tepat lagi. Oleh karenanya, konsep pembangunan desa ke depan tidak dapat dilakukan dengan pola keseragaman.Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan sentralistik ke paradigma pemerintahan desentralistik, maka seyogyanya pembangunan desa lebih mengedepankan konsep keanekaragaman dalam kesatuan dan bukan konsep keseragaman. Pembangunan desa dengan konsep keanekaragam dalam kesatuan, diharapkan mampu mendorong dinamika pembangunan desa yang berbasis budaya dan karakteristik lokal yang pada akhirnya akan memperkaya keragaman nuansa etnik dalam pembangunan bangsa. Masyarakat dan pemerintah desa diberi kekeluasaan untuk memperkaya warna dan model pembangunan desanya dengan kekayaan etnik yang mereka miliki. Upaya tersebut diharpakan akan menumbuhkan dan memupuk partisipasi aktif dan rasa tanggung jawab masyarakat dalam membangun desa.
Peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan desa ditempatkan pada posisi yang tepat. Pemerintah diharapkan berperan dalam memberi motivasi, stimulus, fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan hal-hal yang bersifat bantuan terhadap pembanguan desa. Untuk kepentingan dan tujuan tertentu, intervensi pemerintah terhadap pembangunan desa dapat saja dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang dan komprehensif. Intervensi yang dimaksudkan di sini adalah turut campur secara aktif dan bertanggungjawab pemerintah dalam proses pembangunan desa, seperti membuka keterisolasian desa (karena ketiadaan biaya, desa tidak mampu melepaskan diri dari keterisolasian), membangun fasilitas jalan, jembatan, gedung sekolah, puskesmas dan sebagainya. Meskipun pemerintah melakukan intervensi terhadap proses pembangunan fasilitas tertentu di daerah pedesaan, pemerintah tidak boleh mengabaikan potensi setempat, jangan sampai pemerintah mengabaikan keberadaan masyarakat setempat, dan masyarakat jangan sampai hanya diposisikan sebagai penonton. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa. Karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa memerlukan waktu yang panjang, banyak pengorbanan, dan bertalian dengan banyak pihak dalam masyarakat termasuk masyarakat di daerah pedesaan. Proses pembangunan desa dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan. Seyogyanya pada semua tahapan pembangunan desa ini terjadi keterlibatan partisipasi aktif masyarakat daerah pedesaan.
Bertolak dari konsep dan praktik pembangunan desa pada masa lalu yang bersifat sentralistik. Potensi masyarakat lokal seringkali dikesampingkan oleh pelaksana di lapangan. Hal ini yang menyebabkan hasil pembangunan yang telah dilakukan tidak memberikan dampak dan manfaat yang luas bagi masyarakat. Seringkali terjadi kerusakan bahkan hancur sebelum usia pakainya habis. Karena tidak muncul kepedulian dan rasa tanggung jawab pada masyarakat dalam memelihara atau menjaga prasarana dan sarana yang telah dibangun oleh pemerintah. Meskipun sesungguhnya prasarana dan sarana yang dibangun oleh pemerintah ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah pedesaan itu sendiri.
Sebaliknya, jika suatu proyek pembangunan prasarana dan sarana yang muncul dari masyarakat daerah pedesaan, direncanakan, dan dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat daerah pedesaan, maka kepedulian dan rasa memiliki dari masyarakat sangat tinggi. Masyarakat secara sadar dan tanpa pamrih turut berpartisipasi aktif untuk mensukseskan pembangunan tersebut. Hal ini berdampak pula pada munculnya rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan pembangunan dan hasil pembangunannya.
Oleh karena itu, perlu diingat bahwa pembangunan desa dalam aspek pembangunan fisik, pembangunan prasarana dan sarana di daerah pedesaan semestinya menempatkan penduduk atau masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan menunjukkan bahwa masyarakat daerah pedesaan berperan sebagai pelaku pembangunan. Sudah semestinya masyarakat sebagai pelaku pembangunan mengambil posisi untuk berperan secara aktif dalam proses pembangunan. Peran aktif masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk keterlibatan atau pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, apakah pada tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan atau pada semua tahap proses pembangunan tersebut. Di masa mendatang pola pembangunan yang mengedepankan peran masyarakat lebih didorong untuk menjadi ujung tombak dalam pembangunan desa. Pola bottom-up planning mungkin menjadi salah satu alternatif yang mengedepan. Pemerintah menempatkan diri sebagai motivator dan fasilitator aktif (tentunya tidak berpangku tangan hanya menunggu dari masyarakat). Pemerintah memotivasi masyarakat untuk membangun daerahnya seraya pemerintah menyiapkan bantuan prasarana, sarana dan dana yang dibutuhkan. Pemerintah juga dapat melemparkan ide-ide pembangunan desa kepada masyarakat. Namun dalam tahap berikutnya masyarakat dilibatkan dalam menentukan keputusan mengenai apa yang akan dibangun, membuat dan menyusun rencana pembangunan, dalam pelaksanaan pembangunan sampai pada pemeliharaan hasil pembangunan.
Berkaitan dengan manusia (penduduk daerah pedesaan) sebagai subjek pembangunan, maka dituntut berbagai hal terhadap kapasitas dan kualitas manusia itu sendiri. Salah satu tuntutan peran sebagai subjek (pelaku) pembangunan yang semestinya dapat dan mampu dipenuhi oleh masyarakat di daerah pedesaan adalah kemampuan menciptakan atau daya cipta. Soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pengembangan (pemekaran) daya cipta suatu bangsa bukan saja suatu kemampuan serta kejadian individual, melainkan juga suatu proses sosial yang ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial pula. Maksudnya adalah adanya lembaga dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai perkembangan daya cipta dalam pembangunan masyarakat.
Bahwasanya untuk lebih menggerakkan dan memacu pembangunan desa secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, maka yang pertama dan utama perlu dibangun adalah manusia sebagai pelaku dan calon pelaku pembangunan itu sendiri. Kritik bagi model pembangunan kita selama ini adalah bangsa kita lebih cenderung mengedepankan pembangunan fisik daripada pembangunan manusianya.
Soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pada pembangunan ekonomi ada kecenderungan mengaggap esensi pertumbuhan ekonomi ialah besarnya penanaman modal untuk keperluan produksi. Ini dianggap faktor paling menentukan untuk mencapai suatu tingkat ekonomi yang lebih tinggi.
Peneropongan teoritis, lebih berkisar pada soal penentuan besar kecilnya penanaman modal yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih pesat. Penanaman modal dipandang lebih menentukan daripada cacah jiwanya., sehingga kurang mendapat perhatian dan berjalan sendiri. Kalaupun faktor seperti pendidikan, stabilitas politik dan faktor sosial lainnya turut ditinjau, peninjauan itupun tetap berporos pada investasi modal.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka ke depan kita perlu menata ulang format pembangunan desa. Bangsa ini harus memilah, memilih dan menata secara lebih arif. Tidak mungkin lagi membuat kebijakan pembangunan yang seragam untuk semua desa. Akan tetapi, kita perlu secara arif dan bijaksana melihat desa per desa dari berbagai aspek. Bagi desa yang sudah memiliki manusia (penduduk) yang berkualitas, maka perlu didorong dan distimulir untuk memacu percepatan pembangunan desa dalam semua aspek. Sebaliknya, jika suatu desa yang belum memiliki kualitas dan kuantitas manusia yang mumpuni, maka perlu didorong untuk lebih mengedepankan pembangunan manusianya, seperti pendidikan, pembimbingan, pelatihan dan sebagainya. Pembangunan manusia dalam konteks pengembangan daya cipta. Daya cipta dalam perspektif yang luas, termasuk melakukan pembaharuan dan penemuan atas berbagai hal terkait kehidupan manusia seperti menambah dan mengembangkan berbagai macam alat (instrument) dan cara (metode/teknik) yang berguna dalam menunjang atau mendukung kehidupan masyarakat di daerah pedesaan atau masyarakat luas.
  1. Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian
Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan penduduk desa hampir 95% penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang dilakukan oleh penyuluhan. Dalam mengelola pertanian mereka hanya menggunakan cara-cara yang mereka terapkan selama ini secara turun temurun tanpa ada pembaharuan atau inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan hasil tani mereka.
B.     Masalah ekonomi
1.      Keterbelakangan perekonomian
Jika di daerah perkotaan geliat perekonomian begitu fenomenal dan pantastis. Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di daerah pedesaan, dimana geliat perekonomian berjalan lamban dan hampir tidak menggairahkan. Roda perekonomian di daerah pedesaan didominasi oleh aktivitas produksi. Aktivitas produksi yang relatif kurang beragam dan cenderung monoton pada sektor pertanian (dalam arti luas : perkebunan, perikanan, petanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, kehutanan, dan produk turunannya). Kalaupun ada aktivitas di luar sektor pertanian jumlah dan ragamnya masih relatif sangat terbatas.
Aktivitas perekonomian yang ditekuni masyarakat di daerah pedesaan tersebut sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas harga. Pada waktu dan musim tertentu produk (terutama produk pertanian) yang berasal dari daerah pedesaan dapat mencapai harga yang begitu tinggi dan pantastik.
Namun pada waktu dan musim yang lain, harga produk pertanian yang berasal dari daerah pedesaan dapat anjlok ke level harga yang sangat rendah. Begitu rendahnya harga produk pertanian menyebabkan para petani di daerah pedesaan enggan untuk memanen hasil pertaniannya, karena biaya panen lebih besar dibandingkan dengan harga jual produknya. Kondisi seperti ini menimbulkan kerugian yang luar biasa bagi petani.
Kondisi seperti ini hampir selalu terjadi sampai saat ini. Namun demikian, suatu ironi bagi pemerintah, karena belum dapat memberikan solusi tepat. Masih segar dalam ingatan kita, pada tahun 2010, cabai mencapai harga di atas Rp.100.000,- per kilogram dan merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah. Kondisi berbalik terjadi pada bulan-bulan di awal tahun 2011, dimana harga cabai mengalami penurunan secara drastis. Beberapa daerah harga cabai mencapai di bawah Rp. 10.000,- per kilogram. Kasus yang mirip terjadi beberapa tahun sebelumnya, petani tomat mengalami masa-masa pahit. Harga buah tomat sangat rendah, sehingga biaya produksi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual hasil panen tomat. Petani enggan memanen tomatnya dan lebih memilih untuk membiarkan buah tomat membusuk di kebun atau melakukan pemusnahan tanaman tomat dan menggantikan dengan tanaman lain yang berbeda. Kejadian serupa pada produk pertanian lainnya seringkali terjadi dan menerpa kehidupan para petani di daerah pedesaan.
Meskipun penduduk di daerah pedesaan mayoritas bermatapencaharian sebagai petani, namun tidak semua petani di daerah pedesaan memiliki lahan pertanian yang memadai. Banyak diantara mereka memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, yang disebut dengan istilah petani gurem. Lebih ironis lagi, sebagian dari penduduk di daerah pedesaan yang malah tidak memiliki lahan pertanian garapan sendiri. Mereka berstatus sebagai petani penyewa, penggarap atau sebagai buruh tani. Petani penyewa adalah para petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menyewa lahan pertanian milik orang lain. Petani penggarap adalah para petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan sistem bagi hasil atau lainnya. Buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan memperoleh upah atas pekerjaannya.
2.      Tidak tersedianya permodalan untuk petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi
Permodalan untuk kelompok tani Karya Baru belum mendapatkan dana bantuan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Sebagai contoh penyuluhan yang dilakukan adalah penerapan pemupukan yang berimbang terhadap tanaman padi. Petani umumnya ingin menerapkan pemupukan yang berimbang tersebut namun petani terkendala permodalan sehingga dalam mengadopsi suatu inovasi petani mengalami kesulitan karena harga pupuk mahal. Namun menyikapi hal tersebut pemerintah menjalankan pupuk bersubsidi untuk anggota kelompok tani. Walaupun pupuk dari pemerintah telah disubsidi namun tetap saja mereka terkadang ada yang tidak sanggup membeli pupuk bersubsidi tersebut. Pembelian pupuk bersubsidi oleh anggota kelompok tani tidak dikenakan batasan jadi petani dapat membeli pupuk berdasarkan kemampuan petani dalam membeli pupuk tersebut. Hendaknya pupuk dapat diberikan kredit kepada petani berupa dana bantuan seperti program PUAP agar mereka dapat membeli pupuk sehingga petani dapat melakukan pemupukan yang berimbang pada tanaman padi mereka.
Selain itu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) berupa pembuatan jalan usaha tani. Pembuatan jalan usaha tani ini ditujukan untu memudahkan petani menuju lahan tani mereka serta jalan ini memudahkan pengangkutan hasil panen para petani sehingga lebih mudah untuk sampai kerumah masyarakat.
Dalam semua jenis pembangunan yang dilaksanakan di pedesaan yang pelu diingat dan digaris bawahi yaitu pemerintah seharusnya tidak hanya membantu permodalan namun juga memberdayakan masyarakat agar dapat membatu masyarakat agar dapat mengelola sumberdaya yang ada secara optimum.
C.    Masalah Geografis
1.      Prediksi terhadap iklim yang sulit
Varietas tanaman padi yang ditanam merupakan jenis varietas lokal walaupun kadang bisa juga membudidayakan padi unggul namun bila musim memungkinkan. Masalah geografi yang terjadi seperti air, banyak para petani yang mengeluh dengan adanya banjir kiriman dari daerah pegunungan yang menyebabkan petani gagal panen. Banjir yang datang umumnya menggenangi tanaman padi yang hanya berumur masih muda sehingga tanaman padi muda ini tidak dapat bertahan sehingga busuk dan mati. Dari hal tersebut bahwa petani terus mengalami kerugian karen banyaknya bibit tanaman yang terbuang padahal untuk dapat menanam padi petani harus menyemai benih padi yang sudah direndam selama 20 hari barulah bibit dapat ditanam. Namun apabila banjir kiriman yang terjadi menggenangi tanaman yang sudah berumur cukup lama umumnya tanaman padi masih bisa bertahan hidup karena tanaman padi sudah mempunyai anakan yang cukup banyak serta tanaman padi tersebut sudah cukup tinggi. Pada sawah yang lebih tinggi umumnya tanaman padi bisa bertahan hidup bila dibandingkan dengan tanaman padi di daerah sawah bawahan. Solusi untuk permasalah banjir ini yaitu seperti pembuatan irigasi agar dapat menyalurkan air dari sungai agar tidak meluap langsung ke areal persawahan. Namun walaupun rencana ini pernah di ajukan dalam musrembang rencana ini belum dapat dilaksanakan karena memakan biaya yang jumlah sangat pantastis sehingga pemerintah kabupaten belum sanggup membangunkan irigasi yang dikehandaki oleh masyarakat. Namun selain pembuatan irigasi solusi yang lain adalah pembersihan areal sungai-sungai yang mengalami pendangkalan akibat samapah. Dengan membersihkan areal sungai yang mengalami pendangkalan maka diharapkan laju jalannya air tidak meluap ke areal persawahan.
Pindahnya penduduk daerah pedesaan ke daerah perkotaan didorong oleh kondisi ketertinggalan daerah pedesaan dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai faktor internal daerah pedesaan yang mendorong penduduk dari daerah pedesaan untuk berhijrah atau pindah ke daerah perkotaan, antara lain.
2.      Keadaan tanah
Di Indonesia mempunyai tingkat kesuburan tanah yang berbeda disetiap wilayah. Tingkat kesuburan tanah juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa, desa yang mempunyai keadaan tanah yang subur cenderung akan mempengaruhi hasil tani yang akan dihasilkan. Semakin baik dan banyak hasil tani yang dihasilkan oleh desa tersebut maka akan sangat mempengaruhi dari pendapatan masayarakat itu sendiri. Semakin besar pendapatan masyarakat maka pertumbuhan ekonomi didesa tersebut akan semakin baik.
3.      Letak wilayah
Letak wilayah desa juga sangat mempengaruhi dari pembangunan desa itu sendiri. Desa yang yang letak wilayahnya lebih strategis yang dalam hal ini dekat dengan peradaban kota akan berbeda dengan desa yang letaknya sulit dijangkau. Desa yang letaknya sulit dijangkau akan cenderung akan mengalami pembangunan ekonomi yang lambat. Hal ini disebabkan karena sulitnya akses pemerintah dan dunia luar untuk menjangkaunya. Jadi letak desa yang strategis juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa itu sendiri.

BAB III
KESIMPULAN
Permasalah yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah sturktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di Desa  yaitu : Masalah Sosial Budaya, masalah ekonomi dan masalah geografis. Masalah sosial budaya terdiri dari Rendahnya tingkat pendidikan, Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan yaitu Prasarana dan sarana transportasi, Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai ,Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan dan Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian.
Masalah ekonimi terdiri dari Keterbelakangan perekonomian dan Tidak tersedianya permodalan untuk petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi. Selain itu masalah geografisnya yaitu prediksi terhadap iklim yang sulit, keadaan tanah dan letak wilayah.



DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi,MP Fenomena pembangunan desa. Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Jawa Barat, 2011 (Ebook diakses 14 oktober 2012)


4 komentar: