TUGAS KELOMPOK
PEMBANGUNAN
PEDESAAN
TENTANG
“PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM PEMBANGUNAN DESA”
Disusun Oleh
Kelompok 2
Nama NPM
Anissa
Vizanata 09211327
Eka
Selvia 09211340
Heru
Jajar Mutasi 09211
Lasmawati 09211361
Maryana 09211365
Yusiana
Hayati 09211320
Prodi : Pendidikan Ekonomi
Kelas : B
Semester :
VII (Tujuh)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-NYA kepada penulis sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tanpa
mengalami hambatan yang berarti.
Penulis
menyusun makalah ini sebagai salah satu syarat untuk mengikuti mata kuliah
Pembangunan Pedesaan di Universitas Muhamadiyah Metro Program Studi Pendidikan
Ekonomi.
Dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Heri Supranoto, S.Pd,Mpd. selaku
dosen mata kuliah Desain Pembangunan Pedesaan.
2.
Teman – teman ku.
Penulis
menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal ini
karena keterbatasn kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis
berharap semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Metro, Oktober 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Berbicara tentang pembangunan desa, selama ini sebagian
diantara kita terlalu terpaku pada pembangunan berskala besar (atau proyek
pembangunan) di wilayah pedesaan. Padahal pembangunan desa yang sesungguhnya
tidaklah terbatas pada pembangunan berskala “proyek” saja, akan tetapi
pembangunan dalam lingkup atau cakupan yang lebih luas. Pembangunan yang
berlangsung di desa dapat saja berupa berbagai proses pembangunan yang
dilakukan di wilayah desa dengan menggunakan sebagian atau seluruh sumber daya
(biaya, material, sumber daya manusia) bersumber dari pemerintah (pusat atau
daerah), selain itu dapat pula berupa sebagian atau seluruh sumber daya
pembangunan bersumber dari desa. Apa sesungguhnya pembangunan desa ?
Sesungguhnya, ada atau tidak ada bantuan pemerintah terhadap desa,
denyut nadi kehidupan dan proses pembangunan di desa tetap berjalan. Masyarakat
desa memiliki kemandirian yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
mengembangkan potensi diri dan keluarganya, serta membangun sarana dan
prasarana di desa. Namun demikian, tanpa perhatian dan bantuan serta stimulan
dari pihak-pihak luar desa dan pemerintah proses pembangunan di desa berjalan
dalam kecepatan yang relatif rendah. Kondisi ini yang menyebabkan pembangunan
di desa terkesan lamban dan cenderung terbelakang.
Jika
melihat fenomena pembangunan masyarakat desa pada masa lalu, terutama di era
orde baru, pembangunan desa merupakan cara dan pendekatan pembangunan yang
diprogramkan negara secara sentralistik. Dimana pembangunan desa dilakukan oleh
pemerintah baik dengan kemampuan sendiri (dalam negeri) maupun dengan dukungan
negara-negara maju dan organisasi-organisasi internasional. Pembangunan desa
pada era orde baru dikenal dengan sebutan Pembangunan Masyarakat Desa (PMD),
dan Pembangunan Desa (Bangdes). Kemudian di era reformasi peristilahan terkait
pembangunan desa lebih menonjol “Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)”.
Dibalik semua itu, persoalan peristilahan tidaklah penting, yang terpenting
adalah substansinya terkait pembangunan desa.
B. Rumusan Masalah
- Apa permasalan yang dihadapi dalam pembangunan desa?
C. Tujuan
- Untuk mengetaui permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan desa.
BAB II
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM
PEMBANGUNAN DESA
Permasalah
yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah sturktural dan
sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di Desa yaitu :
A. Masalah
Sosial Budaya
- Rendahnya tingkat pendidikan
Sarana
pendidikan masyarakat di desa cenderung rendah. Masyarakat di desa umumnya
hanya berpendidikan SD, SMP dan SMA. Hal ini disebabkan karena masyarakat belum
mengetahui seberapa besar pentingnya pendidikan untuk dirinya. Apabila setelah
menyelesaikan pendidikan hingga SMA atau lebih buruk hanya sampai SD saja orang
tua akan menikahkan anak-anaknya sehingga masa depan pendidikan generasi
penerus bangsa menjadi terputus dan hal ini menyebabkan mereka hanya bergelut
pada lingkar kemiskinan karena minimnya pendidikan. Rendahnya pendidikan ini
juga menjadi menjadi akar permasalahan bahwa kurangnya inisiatif masyarakat
dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan mereka. Mereka hanya
memikirkan bagaimana caranya agar tetap mempertahankan hidup tanpa memikirkan
bagaimana nasib generasi penerus bangsa di masa yang akan mendatang. Karena
minimnya pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan dari seluruh penduduk desa
hampir 95% penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah
rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang
dilakukan oleh penyuluhan. Oleh karena itu masayarakat harus ditingkatkan
kesadaran akan pentingnya pendidikan dengan memperbaiki sarana pendidikan,
mengadakan penyuluhan pendidikan terhadap masyarakat agar tercipta generasi
penerus yang memiliki pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.
Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan
Salah satu
keterbelakangan yang dialami daerah pedesaan di Indonesia dapat dilihat dari
aspek pembangunan sarana dan prasarana. Beberapa sarana dan prasarana pokok dan
penting di daerah pedesaan, antara lain :
Ã
Prasarana dan sarana transportasi
Salah satu prasarana dan sarana pokok dan penting untuk
membuka isolasi daerah pedesaan dengan daerah lainnya adalah prasarana
transportasi (seperti jalan raya, jembatan, prasarana transportasi laut, danau,
sungai dan udara), dan sarana transportasi (seperti mobil, sepeda motor, kapal
laut, perahu mesin, pesawat udara dan sebagainya). Ketersediaan parasarana dan
sarana transportasi yang memadai akan mendukung arus orang dan barang yang
keluar dan masuk ke daerah pedesaan. Untuk mendorong peningkatan dinamika
masyarakat daerah pedesaan akan arus transportasi orang dan barang keluar dan
masuk dari dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana dan sarana transportasi
yang memadai.
Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Syaifulah
Yusuf, dalam seminar tentang “Strategi Pembangunan Desa” di Hotel Bidakara,
Jakarta, Selasa 12 September 2006, mengemukakan bahwa sekitar 45 persen atau
sebanyak 32.379 Desa di Indonesia termasuk dalam kategori Desa Tertinggal (Ken
Yunita, 2006).
Salah satu penyebab daerah pedesaan masih terisolasi atau
tertinggal adalah masih minimnya prasarana dan sarana transportasi yang membuka
akses daerah pedesaan dengan daerah lainnya. Kondisi prasarana dan sarana
transportasi yang minim berkontribusi terhadap keterbelakangan ekonomi daerah
pedesaan. Secara umum, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan jenis produk
yang relatif sama, sehingga transaksi jual beli barang atau produk antar sesama
penduduk di suatu desa relatif kecil. Dalam kondisi prasarana dan sarana
transportasi yang minim, produk yang dihasilkan masyarakat daerah pedesaan
sulit untuk diangkut dan dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti
itu, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan produk pertanian dan non pertanian
dalam skala besar, maka produk tersebut tidak dapat diangkut dan dipasarkan ke
luar desa dan akan menumpuk di desa. Penumpukan dalam waktu yang lama akan
menimbulkan kerusakan dan kerugian. Kondisi seperti ini sangat tidak
menguntungkan bagi warga masyarakat di daerah pedesaan. Sebaliknya, hal
tersebut akan mendorong sebagian warga masyarakat di daerah pedesaan untuk
merantau atau berpindah ke daerah lain terutama daerah perkotaan yang dianggap
lebih menawarkan masa depan yang lebih baik.
Ã
Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai
Sebagian dari masyarakat di daerah pedesaan telah memiliki
kesadaran untuk mendidik anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Keadaan prasarana pendidikan seperti lembaga pendidikan dan gedung sekolah di
daerah pedesaan relatif terbatas. Ketersediaan prasarana pendidikan di daerah
pedesaan yang masih kurang memadai dapat terlihat dari terbatasnya jumlah
lembaga pendidikan serta kondisi fisik bangunan sekolah yang kurang
representatif (rusak, tidak terawat dengan baik, kekurangan jumlah ruang kelas
dan sebagainya). Selain itu, sarana pendidikan di daerah pedesaan juga sangat
terbatas seperti kurangnya ketersediaan buku-buku ajar, kondisi kursi dan meja
belajar yang seadanya, tidak tersedianya sarana belajar elektronik, tidak
tersedianya alat peraga dan sebagainya. Keterbatasan prasarana dan sarana
pendidikan di daerah pedesaan mendorong sebagian masyarakat daerah pedesaan
untuk menyekolahkan anak-anaknya ke luar desa terutama ke daerah perkotaan. Hal
ini turut mendorong laju migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke daerah
perkotaan.
3.
Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan
Indonesia sebagai negara agraris sampai saat ini dapat
dilihat dari besarnya jumlah penduduk yang masih mengandalkan penghasilannya
serta menggantungkan harapan hidupnya pada sektor pertanian. Dominasi sektor
pertanian sebagai matapencaharian penduduk dapat terlihat nyata di daerah
pedesaan. Sampai saat ini lapangan kerja yang tersedia di daerah pedesaan masih
didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan usaha ekonomi produktif
di daerah pedesaan masih sangat terbatas ragam dan jumlahnya, yang cenderung
terpaku pada bidang pertanian (agribisnis). Aktivitas usaha dan matapencaharian
utama masyarakat di daerah pedesaan adalah usaha pengelolaan/ pemanfaatan
sumber daya alam yang secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan
pertanian. Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar sektor pertanian tidak
ada, akan tetapi masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor non-pertanian
belum mendapat sentuhan yang memadai dan belum berkembang dengan baik. Kondisi
ini mendorong sebagian penduduk di daerah pedesaan untuk mencari usaha lain di
luar desanya, sehingga mendorong mereka untuk berhijrah/migrasi dari daerah
pedesaan menuju daerah lain terutama daerah perkotaan. Daerah perkotaan
dianggap memiliki lebih banyak pilihan dan peluang untuk bekerja dan berusaha.
Upaya untuk mendorong dan melepaskan daerah pedesaan dari
berbagai ketertinggalan atau keterbelakangan, maka pembangunan desa dalam aspek
fisik perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan komponen masyarakat
lainnya. Pembangunan desa dalam aspek fisik, selanjutnya dalam tulisan ini
disebut Pembangunan Desa, merupakan upaya pembangunan sarana, prasarana dan
manusia di daerah pedesaan yang merupakan kebutuhan masyarakat daerah pedesaan
dalam mendukung aktivitas dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa betapa daerah pedesaan
memerlukan adanya ketersediaan prasarana dan sarana fisik dalam hidup dan kehidupan
masyarakat desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hak untuk mengurus kepentingan daerahnya sendiri (dalam
istilah modern disebut “hak otonomi”). Hak otonomi sifatnya sangat luas. Hampir
semua hal yang menyangkut urusan di desa. Hanya saja tingkat materi dan cara
pelaksanaan atau pengerjaannya masih sangat sederhana, termasuk hal-hal yang
berkaitan dengan pembangunan desa.
Bercermin dari masa lalu, di era orde baru pemerintahan
bersifat sangat sentralistik yang mengusung konsep filosofi keseragaman.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan diseragamkan, diatur dan
dikendalikan dari pusat. Sementara bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku
bangsa, lebih dari 70.000 buah desa dengan karakter, budaya dan tradisi yang
berbeda satu sama lain. Konsep keseragaman yang diusung dan dipaksakan pada
masa lalu, kini sudah tidak tepat lagi. Oleh karenanya, konsep pembangunan desa
ke depan tidak dapat dilakukan dengan pola keseragaman.Seiring dengan perubahan
paradigma pemerintahan sentralistik ke paradigma pemerintahan desentralistik,
maka seyogyanya pembangunan desa lebih mengedepankan konsep keanekaragaman
dalam kesatuan dan bukan konsep keseragaman. Pembangunan desa dengan
konsep keanekaragam dalam kesatuan, diharapkan mampu mendorong dinamika
pembangunan desa yang berbasis budaya dan karakteristik lokal yang pada
akhirnya akan memperkaya keragaman nuansa etnik dalam pembangunan bangsa.
Masyarakat dan pemerintah desa diberi kekeluasaan untuk memperkaya warna dan
model pembangunan desanya dengan kekayaan etnik yang mereka miliki. Upaya
tersebut diharpakan akan menumbuhkan dan memupuk partisipasi aktif dan rasa
tanggung jawab masyarakat dalam membangun desa.
Peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan desa
ditempatkan pada posisi yang tepat. Pemerintah diharapkan berperan dalam
memberi motivasi, stimulus, fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan hal-hal yang
bersifat bantuan terhadap pembanguan desa. Untuk kepentingan dan tujuan
tertentu, intervensi pemerintah terhadap pembangunan desa dapat saja dilakukan
setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang dan komprehensif.
Intervensi yang dimaksudkan di sini adalah turut campur secara aktif dan
bertanggungjawab pemerintah dalam proses pembangunan desa, seperti membuka
keterisolasian desa (karena ketiadaan biaya, desa tidak mampu melepaskan diri
dari keterisolasian), membangun fasilitas jalan, jembatan, gedung sekolah,
puskesmas dan sebagainya. Meskipun pemerintah melakukan intervensi terhadap
proses pembangunan fasilitas tertentu di daerah pedesaan, pemerintah tidak
boleh mengabaikan potensi setempat, jangan sampai pemerintah mengabaikan
keberadaan masyarakat setempat, dan masyarakat jangan sampai hanya diposisikan
sebagai penonton. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan
desa. Karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana
dan sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa memerlukan waktu
yang panjang, banyak pengorbanan, dan bertalian dengan banyak pihak dalam
masyarakat termasuk masyarakat di daerah pedesaan. Proses pembangunan desa
dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan.
Seyogyanya pada semua tahapan pembangunan desa ini terjadi keterlibatan
partisipasi aktif masyarakat daerah pedesaan.
Bertolak dari konsep dan praktik pembangunan desa pada masa
lalu yang bersifat sentralistik. Potensi masyarakat lokal seringkali
dikesampingkan oleh pelaksana di lapangan. Hal ini yang menyebabkan hasil
pembangunan yang telah dilakukan tidak memberikan dampak dan manfaat yang luas
bagi masyarakat. Seringkali terjadi kerusakan bahkan hancur sebelum usia
pakainya habis. Karena tidak muncul kepedulian dan rasa tanggung jawab pada
masyarakat dalam memelihara atau menjaga prasarana dan sarana yang telah
dibangun oleh pemerintah. Meskipun sesungguhnya prasarana dan sarana yang
dibangun oleh pemerintah ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah
pedesaan itu sendiri.
Sebaliknya, jika suatu proyek pembangunan prasarana dan
sarana yang muncul dari masyarakat daerah pedesaan, direncanakan, dan
dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat daerah pedesaan, maka kepedulian
dan rasa memiliki dari masyarakat sangat tinggi. Masyarakat secara sadar dan tanpa
pamrih turut berpartisipasi aktif untuk mensukseskan pembangunan tersebut. Hal
ini berdampak pula pada munculnya rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menjaga
keberlangsungan pembangunan dan hasil pembangunannya.
Oleh karena itu, perlu diingat bahwa pembangunan desa dalam
aspek pembangunan fisik, pembangunan prasarana dan sarana di daerah pedesaan
semestinya menempatkan penduduk atau masyarakat desa sebagai subjek
pembangunan. Sebagai subjek pembangunan menunjukkan bahwa masyarakat daerah
pedesaan berperan sebagai pelaku pembangunan. Sudah semestinya masyarakat
sebagai pelaku pembangunan mengambil posisi untuk berperan secara aktif dalam
proses pembangunan. Peran aktif masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk keterlibatan atau pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, apakah
pada tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan atau pada semua
tahap proses pembangunan tersebut. Di masa mendatang pola pembangunan yang
mengedepankan peran masyarakat lebih didorong untuk menjadi ujung tombak dalam
pembangunan desa. Pola bottom-up planning mungkin menjadi salah satu
alternatif yang mengedepan. Pemerintah menempatkan diri sebagai motivator dan
fasilitator aktif (tentunya tidak berpangku tangan hanya menunggu dari
masyarakat). Pemerintah memotivasi masyarakat untuk membangun daerahnya seraya
pemerintah menyiapkan bantuan prasarana, sarana dan dana yang dibutuhkan.
Pemerintah juga dapat melemparkan ide-ide pembangunan desa kepada masyarakat.
Namun dalam tahap berikutnya masyarakat dilibatkan dalam menentukan keputusan
mengenai apa yang akan dibangun, membuat dan menyusun rencana pembangunan,
dalam pelaksanaan pembangunan sampai pada pemeliharaan hasil pembangunan.
Berkaitan dengan manusia (penduduk daerah pedesaan) sebagai
subjek pembangunan, maka dituntut berbagai hal terhadap kapasitas dan kualitas
manusia itu sendiri. Salah satu tuntutan peran sebagai subjek (pelaku)
pembangunan yang semestinya dapat dan mampu dipenuhi oleh masyarakat di daerah
pedesaan adalah kemampuan menciptakan atau daya cipta. Soedjatmoko (1995)
mengemukakan bahwa pengembangan (pemekaran) daya cipta suatu bangsa bukan saja
suatu kemampuan serta kejadian individual, melainkan juga suatu proses sosial
yang ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial pula. Maksudnya adalah adanya
lembaga dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai perkembangan daya
cipta dalam pembangunan masyarakat.
Bahwasanya untuk lebih menggerakkan dan memacu pembangunan
desa secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, maka yang pertama dan utama
perlu dibangun adalah manusia sebagai pelaku dan calon pelaku pembangunan itu
sendiri. Kritik bagi model pembangunan kita selama ini adalah bangsa kita lebih
cenderung mengedepankan pembangunan fisik daripada pembangunan manusianya.
Soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pada pembangunan
ekonomi ada kecenderungan mengaggap esensi pertumbuhan ekonomi ialah besarnya
penanaman modal untuk keperluan produksi. Ini dianggap faktor paling menentukan
untuk mencapai suatu tingkat ekonomi yang lebih tinggi.
Peneropongan teoritis, lebih berkisar pada soal penentuan
besar kecilnya penanaman modal yang diperlukan untuk mencapai tingkat
pertumbuhan yang lebih pesat. Penanaman modal dipandang lebih menentukan
daripada cacah jiwanya., sehingga kurang mendapat perhatian dan berjalan
sendiri. Kalaupun faktor seperti pendidikan, stabilitas politik dan faktor
sosial lainnya turut ditinjau, peninjauan itupun tetap berporos pada investasi
modal.
Berdasarkan
kondisi tersebut, maka ke depan kita perlu menata ulang format pembangunan desa.
Bangsa ini harus memilah, memilih dan menata secara lebih arif. Tidak mungkin
lagi membuat kebijakan pembangunan yang seragam untuk semua desa. Akan tetapi,
kita perlu secara arif dan bijaksana melihat desa per desa dari berbagai aspek.
Bagi desa yang sudah memiliki manusia (penduduk) yang berkualitas, maka perlu
didorong dan distimulir untuk memacu percepatan pembangunan desa dalam semua
aspek. Sebaliknya, jika suatu desa yang belum memiliki kualitas dan kuantitas
manusia yang mumpuni, maka perlu didorong untuk lebih mengedepankan pembangunan
manusianya, seperti pendidikan, pembimbingan, pelatihan dan sebagainya.
Pembangunan manusia dalam konteks pengembangan daya cipta. Daya cipta dalam
perspektif yang luas, termasuk melakukan pembaharuan dan penemuan atas berbagai
hal terkait kehidupan manusia seperti menambah dan mengembangkan berbagai macam
alat (instrument) dan cara (metode/teknik) yang berguna dalam
menunjang atau mendukung kehidupan masyarakat di daerah pedesaan atau
masyarakat luas.
- Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian
Karena minimnya
pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan penduduk desa hampir 95% penduduk
bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan
juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang dilakukan oleh penyuluhan.
Dalam mengelola pertanian mereka hanya menggunakan cara-cara yang mereka
terapkan selama ini secara turun temurun tanpa ada pembaharuan atau inovasi
yang dilakukan untuk meningkatkan hasil tani mereka.
B. Masalah ekonomi
1.
Keterbelakangan
perekonomian
Jika di
daerah perkotaan geliat perekonomian begitu fenomenal dan pantastis.
Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di daerah pedesaan, dimana geliat
perekonomian berjalan lamban dan hampir tidak menggairahkan. Roda perekonomian
di daerah pedesaan didominasi oleh aktivitas produksi. Aktivitas produksi yang
relatif kurang beragam dan cenderung monoton pada sektor pertanian (dalam arti
luas : perkebunan, perikanan, petanian tanaman pangan dan hortikultura,
peternakan, kehutanan, dan produk turunannya). Kalaupun ada aktivitas di luar
sektor pertanian jumlah dan ragamnya masih relatif sangat terbatas.
Aktivitas
perekonomian yang ditekuni masyarakat di daerah pedesaan tersebut sangat rentan
terhadap terjadinya instabilitas harga. Pada waktu dan musim tertentu produk
(terutama produk pertanian) yang berasal dari daerah pedesaan dapat mencapai
harga yang begitu tinggi dan pantastik.
Namun pada waktu dan musim yang lain, harga produk pertanian
yang berasal dari daerah pedesaan dapat anjlok ke level harga yang sangat
rendah. Begitu rendahnya harga produk pertanian menyebabkan para petani di
daerah pedesaan enggan untuk memanen hasil pertaniannya, karena biaya panen
lebih besar dibandingkan dengan harga jual produknya. Kondisi seperti ini
menimbulkan kerugian yang luar biasa bagi petani.
Kondisi seperti ini hampir selalu terjadi sampai saat ini.
Namun demikian, suatu ironi bagi pemerintah, karena belum dapat memberikan
solusi tepat. Masih segar dalam ingatan kita, pada tahun 2010, cabai mencapai
harga di atas Rp.100.000,- per kilogram dan merupakan harga tertinggi sepanjang
sejarah. Kondisi berbalik terjadi pada bulan-bulan di awal tahun 2011, dimana
harga cabai mengalami penurunan secara drastis. Beberapa daerah harga cabai
mencapai di bawah Rp. 10.000,- per kilogram. Kasus yang mirip terjadi beberapa
tahun sebelumnya, petani tomat mengalami masa-masa pahit. Harga buah tomat
sangat rendah, sehingga biaya produksi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
harga jual hasil panen tomat. Petani enggan memanen tomatnya dan lebih memilih
untuk membiarkan buah tomat membusuk di kebun atau melakukan pemusnahan tanaman
tomat dan menggantikan dengan tanaman lain yang berbeda. Kejadian serupa pada
produk pertanian lainnya seringkali terjadi dan menerpa kehidupan para petani
di daerah pedesaan.
Meskipun penduduk di daerah pedesaan mayoritas
bermatapencaharian sebagai petani, namun tidak semua petani di daerah pedesaan
memiliki lahan pertanian yang memadai. Banyak diantara mereka memiliki lahan
pertanian kurang dari 0,5 hektar, yang disebut dengan istilah petani gurem.
Lebih ironis lagi, sebagian dari penduduk di daerah pedesaan yang malah tidak
memiliki lahan pertanian garapan sendiri. Mereka berstatus sebagai petani
penyewa, penggarap atau sebagai buruh tani. Petani penyewa adalah para petani
yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menyewa
lahan pertanian milik orang lain. Petani penggarap adalah para petani yang
tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menggarap lahan
pertanian milik orang lain dengan sistem bagi hasil atau lainnya. Buruh tani
adalah petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri
melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap lahan pertanian milik orang lain
dengan memperoleh upah atas pekerjaannya.
2. Tidak tersedianya permodalan untuk
petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi
Permodalan untuk
kelompok tani Karya Baru belum mendapatkan dana bantuan Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP) Sebagai contoh penyuluhan yang dilakukan adalah
penerapan pemupukan yang berimbang terhadap tanaman padi. Petani umumnya ingin
menerapkan pemupukan yang berimbang tersebut namun petani terkendala permodalan
sehingga dalam mengadopsi suatu inovasi petani mengalami kesulitan karena harga
pupuk mahal. Namun menyikapi hal tersebut pemerintah menjalankan pupuk
bersubsidi untuk anggota kelompok tani. Walaupun pupuk dari pemerintah telah
disubsidi namun tetap saja mereka terkadang ada yang tidak sanggup membeli
pupuk bersubsidi tersebut. Pembelian pupuk bersubsidi oleh anggota kelompok
tani tidak dikenakan batasan jadi petani dapat membeli pupuk berdasarkan
kemampuan petani dalam membeli pupuk tersebut. Hendaknya pupuk dapat diberikan
kredit kepada petani berupa dana bantuan seperti program PUAP agar mereka dapat
membeli pupuk sehingga petani dapat melakukan pemupukan yang berimbang pada
tanaman padi mereka.
Selain itu Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) berupa pembuatan jalan
usaha tani. Pembuatan jalan usaha tani ini ditujukan untu memudahkan petani
menuju lahan tani mereka serta jalan ini memudahkan pengangkutan hasil panen
para petani sehingga lebih mudah untuk sampai kerumah masyarakat.
Dalam semua
jenis pembangunan yang dilaksanakan di pedesaan yang pelu diingat dan digaris
bawahi yaitu pemerintah seharusnya tidak hanya membantu permodalan namun juga
memberdayakan masyarakat agar dapat membatu masyarakat agar dapat mengelola
sumberdaya yang ada secara optimum.
C. Masalah
Geografis
1.
Prediksi
terhadap iklim yang sulit
Varietas tanaman
padi yang ditanam merupakan jenis varietas lokal walaupun kadang bisa juga
membudidayakan padi unggul namun bila musim memungkinkan. Masalah geografi yang
terjadi seperti air, banyak para petani yang mengeluh dengan adanya banjir
kiriman dari daerah pegunungan yang menyebabkan petani gagal panen. Banjir yang
datang umumnya menggenangi tanaman padi yang hanya berumur masih muda sehingga
tanaman padi muda ini tidak dapat bertahan sehingga busuk dan mati. Dari hal
tersebut bahwa petani terus mengalami kerugian karen banyaknya bibit tanaman
yang terbuang padahal untuk dapat menanam padi petani harus menyemai benih padi
yang sudah direndam selama 20 hari barulah bibit dapat ditanam. Namun apabila
banjir kiriman yang terjadi menggenangi tanaman yang sudah berumur cukup lama
umumnya tanaman padi masih bisa bertahan hidup karena tanaman padi sudah
mempunyai anakan yang cukup banyak serta tanaman padi tersebut sudah cukup
tinggi. Pada sawah yang lebih tinggi umumnya tanaman padi bisa bertahan hidup bila
dibandingkan dengan tanaman padi di daerah sawah bawahan. Solusi untuk
permasalah banjir ini yaitu seperti pembuatan irigasi agar dapat menyalurkan
air dari sungai agar tidak meluap langsung ke areal persawahan. Namun walaupun
rencana ini pernah di ajukan dalam musrembang rencana ini belum dapat
dilaksanakan karena memakan biaya yang jumlah sangat pantastis sehingga
pemerintah kabupaten belum sanggup membangunkan irigasi yang dikehandaki oleh
masyarakat. Namun selain pembuatan irigasi solusi yang lain adalah pembersihan
areal sungai-sungai yang mengalami pendangkalan akibat samapah. Dengan
membersihkan areal sungai yang mengalami pendangkalan maka diharapkan laju
jalannya air tidak meluap ke areal persawahan.
Pindahnya
penduduk daerah pedesaan ke daerah perkotaan didorong oleh kondisi
ketertinggalan daerah pedesaan dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai faktor
internal daerah pedesaan yang mendorong penduduk dari daerah pedesaan untuk
berhijrah atau pindah ke daerah perkotaan, antara lain.
2.
Keadaan tanah
Di
Indonesia mempunyai tingkat kesuburan tanah yang berbeda disetiap wilayah.
Tingkat kesuburan tanah juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa, desa
yang mempunyai keadaan tanah yang subur cenderung akan mempengaruhi hasil tani
yang akan dihasilkan. Semakin baik dan banyak hasil tani yang dihasilkan oleh
desa tersebut maka akan sangat mempengaruhi dari pendapatan masayarakat itu
sendiri. Semakin besar pendapatan masyarakat maka pertumbuhan ekonomi didesa
tersebut akan semakin baik.
3.
Letak wilayah
Letak
wilayah desa juga sangat mempengaruhi dari pembangunan desa itu sendiri. Desa
yang yang letak wilayahnya lebih strategis yang dalam hal ini dekat dengan
peradaban kota akan berbeda dengan desa yang letaknya sulit dijangkau. Desa
yang letaknya sulit dijangkau akan cenderung akan mengalami pembangunan ekonomi
yang lambat. Hal ini disebabkan karena sulitnya akses pemerintah dan dunia luar
untuk menjangkaunya. Jadi letak desa yang strategis juga sangat berpengaruh
dalam pembangunan desa itu sendiri.
BAB
III
KESIMPULAN
Permasalah
yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah sturktural dan
sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di Desa yaitu : Masalah Sosial Budaya, masalah ekonomi
dan masalah geografis. Masalah sosial budaya terdiri dari Rendahnya tingkat
pendidikan, Minimnya
sarana dan prasarana di pedesaan yaitu Prasarana dan sarana transportasi,
Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai ,Terbatasnya lapangan
pekerjaan di pedesaan dan
Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian.
Masalah
ekonimi terdiri dari Keterbelakangan perekonomian dan Tidak tersedianya permodalan untuk petani dan Harga pupuk
yang lumayan tinggi. Selain itu masalah geografisnya yaitu prediksi terhadap
iklim yang sulit, keadaan tanah dan letak wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi,MP Fenomena pembangunan desa. Institut
Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Jawa Barat, 2011 (Ebook diakses 14
oktober 2012)
http://endanghas.wordpress.com/2010/01/16/masalah-ekonomi-sosial-budaya-danfisik/
(online). Diakses 14 Oktober 2012
Mantap, menambah wawasan kita
BalasHapusTrims banget
BalasHapusizin copas bak!
BalasHapusterimakasih :) :)
Thanks brade.
BalasHapusI like this