Sabtu, 23 Maret 2013

APLIKASI TEORI HUMANISME DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN Teori belajar humanisme ini berusaha memahami prilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Selain itu aliran humanism lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pembelajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang tampak dari para pendidik beraliran humanisme. Mennurut teori ini tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia, proses belajar di anggap berhasil jika anak memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Penekanan dalam teori ini adalah penyelidikan efek emosi dan hubungan interpersonal terhadap terbentuknya prilaku belajar, yang melibatkan intelektual dan emosi sehingga tujuan akhir belajarnya adalah mengembangkan kepribadian peserta didik,nilai-nilai yang di anut,kemampuan sosial,dan konsep diri yang berkaitan dengan pencapaian prestasi akademik. Dengan demikian dapat dirumuskan, tujuan utama para pendidik dilihat dari teori belajar humanisme adalah membantu anak untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. BAB II PEMBAHASAN 1. Aplikasi Teori Humanisme dalam Pembelajaran Aplikasi teori humanisme lebih menunjukan kebebasan individu memahami materi pembelajaran untuk memperoleh informasi baru dengan caranya sendiri, selama proses pembelajaran.dalam teori ini peserta didik berperan sebagai subjek didik, peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah fasilitator. a. Peserta Didik Dalam pembelajaran yang humanis , peserta didik ditempatkan sebagai pusat (central) dalam aktifitas belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian , peserta didik diharapkan mampu menemukan potensinya dan mengembangkan potensi tersebut secara memaksimal. Peserta didik bebas berekspresi cara-cara belajarnya sendiri. Peserta didik menjadi aktif dan tidak sekedar menerima informasi yang disampaikan oleh guru. b. Guru Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didiknya dengan cara memberikan motofasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan , menerapkan strategi pembelajaran yang membuat peserta didik aktif, serta menyampaikan materinya pembelajaran yang sistematis. Peran guru sebagai fasilitator adalah : 1) Member perhatian pada penciptaan suasana awal pembelajaran (bersahabat dan tidak tegang) 2) Menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga meningkatkan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dengan cara menerapakan metode pembalajaran yang bervariasi. 3) Mengatur peserta didik agar bisa berkomunikasi secara langsung secara aktif dengan antar teman selama proses pembelajaran. 4) Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang palin luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka. 5) Menempatkan diri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok (guru dijadikan tempat untuk bertanya peserta didik tanpa peserta didik merasa takut) 6) Menanggapi dengan baik ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual (tidak penuh dengan kritikan sehingga memotifasi peserta didik untuk mengekspresikan diri) 7) Bersikap hangat dan berusaha memahami perasaan peserta didik ( berempati) dan meluruskan dianggap kurang relevan dengan cara yang santun. 8) Dalam pembelajaran secara kelompok , dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok dan mencoba mengungkapkan perasaan serta pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik. 9) Sebagai seorang manusia yang tidak selalu sempurna , guru mau mengenali, mengakui dan menerima keterbatasan-keterbatasan diri dengan cara mau dan senang hati menerima pandangan yang lebih baik dari peserta didik. Aktifitas Selama Proses Pembelajaran Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah : a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif. c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan. f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. g. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. h. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya i. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa 2. Bentuk Aplikasi pendidikan humanisme dalam Pembelajaran Mengenai bentuk aplikasi humanisme dalam pembelajaran berisi bagai mana cara berupaya menggabungkanketerampilan dan informasi kognitif, dengan segi-segi efektif, nilai-nilai dan prilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu dibawah ini akan diterangkan beberapa program dalam aplikasi humanisme dalam pembelajaran. a. Confluent Education Cooperative Learning adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran. Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Indonesia memberikan tugas kepada para siswa untuk membaca sebuah novel, katakanlahmisalnya tentang “keberanian”, sebuah novel perang. Melalui tugas itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan membahas pengertian-pengertian mereka sendiri mengenai keberanian dan rasa takut. Untuk keperluan itu tugas tersebut dilengkapi dengan tugas-tugas yang berkait, antara lain: 1) Mewawancarai orang-orang yang tahu tentang perang. 2) Mendengar musik perang, menulis pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang timbul secara bebas, dan kemudian menghayatinya dalam kelompok-kelompok yang kecil. 3) Memperdebatkan apakah perang itu dapat dihindari ataukah tidak. 4) Membandingkan perang saudara dengan sajak-sajak perang. Melalui partisipasi dalam kegiatan seperti itu dan membicarakan bagaimana tokoh atau pahlawan tertentu dalam novel tersebut bergabung dan meniggalkan berbagai kelompok, mereka sendiri hidup bersama orang lain, kadang diterima kadang ditolak. Novel tersebut memiliki makna pribadi manakala siswa mulai berfikir tentang bagaimana mereka bereaksi dalam situasi yang serupa. b. Open Education Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas disekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Menurut Walberg dan Tomas (1972), Open Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu: 1) Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan. 2) Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani masalah-masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok. 3) Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan 4) Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun buku kerja. 5) Penilaian, ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal. 6) Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan orang lain, guru bekarja dengan teman sekerjanya. 7) Persepsi guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan mereka. 8) Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan sesuatu. Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap diperlukan. c. Cooperative Learning Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik: 1) Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu. 2) Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok. 3) Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok. d. Independent Learning pembelajaran mandiri adalah proses belajar yang menuntut murid menjadi subyek yang dapat merancang, mengatur, menontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subyek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar yaitu murid, mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari siapa yang harus mempelajari suatu hal. BAB III KESIMPULAN Dari uraian diatas kami dapat menyimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan seorang guru harus bisa membantu muridnya dalam proses belajar, karena siswa yang satu memiliki pribadi yang berbeda. Jika hal ini tidak dapat di atasi maka siswa akan sulit dalam melakukan atau terlibat dalam proses belajar. Pengaplikasian teori ini dalam dunia pendidikan sangatlah membantu. Dengan teori ini guru dapat mengetahui teknik yang dapat mengembangkan jiwa anak didik dalam belajar. Seperti yang kita ketahui siswa terkadang sangat sulit terlibat dalam pembelajarn di kelas dengan berbagai alasan misalnya, karena belum sarapan, kepanasan, maslah keluarga dan sebagainya. Hal inilah yang perlu diketahui oleh seorang guru. Dan juga dalam aplikasinya teori humanisme ini lebih mengutamakan siswa dalam belajar mandiri atau menentukan belajar mandiri serta adanya kebebasan bergerak atau siswa aktfi, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, dan memberimotivasi serta arahan dalam belajar, berfungsi juga sebagai pengawas dalam kegiatan belajar mengajar. Semoga penjelasan yang penulis sampaikan dalam makalah ini dapat berguna bagi pengembangan dunia pendidikan di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Karwono & mularsih heni.2010. belajar dan pembelajaran serta pemanfaatan garis belajar. Jakarta: Cerdas Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar